Sebagian orang merasa bisa sendiri untuk berjalan di spiritual. Bahkan kebanyakan orang akan menyetujui hal ini. Mungkinkah???

Buku Meditasi dan Yoga Terbaik

  • Dapatkan Buku Meditasi Terbaik Untuk Pemula [Beli Buku]
  • Dapatkan Buku Yoga Terbaik Untuk Pemula [Beli Buku]
  • Dapatkan Buku Yoga Sutra Patanjali [Beli Buku]

Mereka merasa bisa belajar spiritual karena menganggap: ‘Ahhh Tuhan kan ada dalam diri, ngapain mesti berguru. Langsung saja berguru pada guru sejati.’

Kita lupa bahwa saat kita bisa membaca, kita mesti belajar baca A,B, C, sampai Z. Kita tidak bisa membaca kalimat atau pun kata tanpa belajar dari seseorang. Inilah proses alam. Kita lupa bahwa para nabi pun belajar dari seorang guru. Alangkah sombongnya kita jika berani berkata bahwa kita belajar spiritual secara autodidack.

Berjalan pun kita mesti melangkah satu demi satu langkah. Tidak satupun dari kita bisa berjalan begitu lahir. Inilah proses alam. Semua mesti belajar dari seseorang agar bisa melangkah lebih jauh. Demikian pula belajar spiritual.

Perasaan bisa spiritual tanpa belajar adalah bukti kesombongan diri. Arogansi atau kesombongan adalah sifat yang tidak selaras dengan alam. Mengapa???? Karena segala sesuatu di alam ini untuk menjadi besar mesti mengalami proses. Tumbuhan, misalnya. Tumbuhan pun butuh biji berasal dari biji. Ia pun mengalami proses agar nantinya menjadi pohon yang besar.

Nabi Isa belajar ke India semasa usia 13 tahun. Selama beberapa tahun di India, beliau belajar berbagai ajaran, baik pengetahuan dari Budha Sidharta Gautama maupun Baghavat Gita dari Shri Krishna. Adapun kemudian berkembang menjadi sesuatu yang lain, itu juga proses alam. Karena setiap orang unik adanya. Sehingga sangat dimungkinkan ajaran dasar yang diterima pada awalnya berubah warna dari ajaran awalnya. Setiap orang memiliki kecerdasan intelejensia yang berbeda sehingga pengetahuan yang disampaikan mesti disesuaikan denga tradisi setempat.

Sang Budha Sidharta Gautama juga belajar dari para bijak ataupun resi yang dijumpainya semasa itu. Semua nabi mengalami proses pembelajaran. Ini alami, tidak perlu malu jika kita juga berguru.

Spiritual tanpa guru ibarat berjalan dalam kegelapan. Seorang guru adalah dia yang mengusir kegelapan. Ia berbagi pengalaman. Ia tidak mengajari. Tetapi berbagi bagaimana cara belajar. Seorang guru yang benar, ia tidak butuh pengikut. Ia sadar bahwa untuk mengurusi diri sendiri saja repot, mengapa mesti mengajari orang lain. Sekali lagi, seorang guru yang benar hanya berbagi yang dialaminya. Selanjutnya, si murid harus menjalaninya sendiri sehingga ketemu guru sejati.

Singkat kata, seorang guru spiritual yang benar menyampaikan cara bagaimana menemukan guru sejati. Apalagi ada yang berpendapat bahwa jika berguru nanti diperbudak oleh sang guru. Atau, pasti guru cari pengikut. Cari pengikut????

Seorang guru yang benar sama sekali tidak butuh pengikut. Repot urusannya. Mengurus diri sendiri saja ribet, apalagi ngurusi pengikutnya.

Guru dibutuhkan untuk mengajarkan membaca A, B, C…… sampai Z. Kemudian seorang guru mengajarkan membaca kata dan kemudian bagaimana menyusun kalimat yang benar dan tepat. Untuk menuliskan buku dibutuhkan kemampuan untuk menyusun dan menuliskan kalimat sehingga jadilah buku tersebut.

Isi dari buku adalah buah pikiran si murid sendiri. Demikianlah yang terjadi pada para nabi. Pengetahuan dasar dari seorang atau beberapa guru, untuk jadi buku adalah buah pemahaman si murid.

Tanpa guru dalam ber-spiritual, sesat yang didapatkan….