Saat ini, banyak orang berpandangan bahwa ayat dari agama atau keyakinan yang dianutnya hanya untuk dirinya. Bahkan seakan seseorang yang memiliki keyakinan berbeda tidak boleh mendapatkan manfaat dari ayat agama yang bukan keyakinannya. Pendek kata orang lain tidak boleh mempelajari kitab suci yang kita percayai. Begitu sempit pendangan terhadap keyakinannya.

Banyak orang lupa bahwa air sumur tetangga kita memiliki sumber sama dengan air sumur rumah kita. Air dari mata air sumber sumur terhubung dengan mata air sumur tetangga. Kita juga lupa bahwa udara yang kita hirup satu dan sama. Lebih parah lagi, kita lupa bahwa nafas yang dihembuskan oleh orang yang berbeda kulit dan warna serta keyakinan tertarik ke dalam tubuh kita. saat udara lawan atau seseorang yang kita benci masuk serta mengisi paru-paru kita kemudian terserap oleh darah kita, kita telah menjadi satu.

Buku Meditasi dan Yoga Terbaik

  • Dapatkan Buku Meditasi Terbaik Untuk Pemula [Beli Buku]
  • Dapatkan Buku Yoga Terbaik Untuk Pemula [Beli Buku]
  • Dapatkan Buku Yoga Sutra Patanjali [Beli Buku]

Semua anggapan berasal dari permainan pikiran. Kita belum bisa melampaui kesadaran fisik atau tubuh. Kita masih begitu terpesona dan menjadi budak dari sesuatu yang kasat mata.

Adalah seorang Gandhi muda berubah pandangannya karena ayat ini:

“Dan sungguhnya Kami telah mengutus seorang utusan pada tiap-tiap bangsa untuk menyerukan: “Sembahlah Allah, dan jauhilah godaan shaitan”, maka di antara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di antaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya. Maka berjalanlah kamu dimuka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul).” (QS. An Nahl:36) 

Saar itu, ia mengalami penghinaan karena duduk dalam gerbong yang seharusnya diperuntukkan orang kulit putih. Ia diusir oleh kondektur kereta api. Tanpa sengaja, ia membaca ayat di atas. Ajaibnya, saat itu juga ia tercerahkan. Ia tidak lagi memikirkan penghinaan terhadap dirinya; yang dipikirkan adalah ketidakadilan terhadap setiap orang yang diperlakukan secara tidak adil. Inilah awal perjuangannya sehingga ia mendapatkan gelar sebagai Mahatma. Sang Jiwa Besar.

Sang Mahatma Gandhi tetap menganut agama Hindu. Namun, ia belajar dari berbagai kitab suci, termasuk Injil juga dibaca serta dipelajari. Ia menyadari bahwa Sang Kesadaran Murni berbicara melalui ulut siapa saja yang Dia kehendaki. Memang siapa kita sehingga bisa melarang kehendak Nya untuk menyampaikan pesan baik melalui yang dikehendaki Nya?

Saya percaya dan yakin bahwa bukan hanya seorang Mahatma Gandhi yang mengalami kesadaran secara  quantum. Sadari dan yakinilah bahwa semuanya atas kehendak Nya. Kepicikan pikiran kita yang tidak mau dimatikan membuat mind kita berupaya menafikkan kebenaran. Mind kita lah sesungguhnya setan atau hijab yang selama ini menutupi kita dari berita kebenaran sejati.

Setan yang ada dalam pikiran kita membuat kita begitu keukeuh bertahan bahwa hanya orang yang memeluk keyakinan kita berhak mendapatkan kebenaran dari pesan suci dari panutan kita. Orang lain tidak boleh menggunakan ayat dari yang kita anut. Inilah ego arogansi yang membuat kita tersesat semakin menjauh dari pengetahuan sejati. Kebenaran sejati ada dimana-mana. Siapa saja bisa dan memiliki hak yang sama untuk mengubah cara pandangnya menuju kebenaran yang memberikan manfaat bagi banyak orang.