“Atau, dengan memusatkan citta, benih pikiran dan perasaan, pada seseorang yang telah bebas dari keterikatan pada obyek-obyek (indrawi).”
(Yoga Sutra Patanjali Bagi Orang Modern by Svami Anand Krishna, www.booksindonesia.com)
Buku Meditasi dan Yoga Terbaik
Saya kutip dari buku yang sama:
‘Pertemuan dengan seseorang yang sudah bebas dari Vita Raga Visayam, dari ketertarikan maupun ketidaktertarikan pada obyek-obyek duniawi, adalah berkah yang sungguh langka.’
Memang sungguh amat langka bertemu dan bisa terus bersama dengan seseorang yang bebas dari keterikatan duniawi. Mungkin ada yang menganggap hal ini remeh; ‘Ah untuk apa bertemu dengan orang demikian?!’
Ungkapan ini amat sangat wajar, karena memang sedikit orang yang memahami tujuan kelahirannya di dunia. Begitu terlahir, kita langsung terperangkap di tengah hiruk pikuk perbincangan materi. Bagaimana sekolah agar dapat gelar yang kemudian bisa menghasilkan uang banyak. Terus menadapatkan kedudukan tinggi dan sebagainya. Semuanya urusan berkaitan dengan 3 ‘ta’. Harta, wanita, dan tahta/jabatan.
Bagi para pencari kebenaran atau Spiritual Seeker, meditasi pada seseorang yang telah bebas dari keterikatan amat sangat bermanfaat. Pemusatan pikiran pada orang yang seperti ini berarti menyamakan getaran frekuensi pikiran. Mungkin tepatnya membuka diri bagi segala sesuatu yang dikatakan orang ini. Dan ini hanya bisa terjadi bila ada faith atau keyakinan buta. Keyakinan memang harus buta. Tanpa membutakan diri, tidak ada keterbukaan untuk menerima tanpa membantah yang disampaikan oleh sang mentor.
Penyembahan tanpa ikut serta melakukan hal yang dilakukan mentor bukanlah pemujaan. Itu penghinaan bagi diri sendiri. Seorang mentor yang benar-benar sadar akan pentingnya perjalanan ke dalam diri akan mengajak teman seperjalanannya untuk mencari Guru Sejati yang ada dalam diri. Bahkan mereka tidak mau jika diperlakukan istimewa. Sebaliknya perlakuan istimewa dari para pengikutnya muncul dari kemuliaan diri sendiri.
Mereka yang sudah bisa membebaskan diri dari keterikatan dunia bagaikan seseorang yang bebas dari gravitasi bumi, levitasi. Bukan berarti melayang secara fisik, tetapi cara berpikirnya yang sudah mengalami peningkatan kualitas. Bukan hanya memikirkan masalah keduaniawian lagi, tetapi berpikir bagi sesuatu yang lebih mulia. Keilahian diri.
Mereka yang sudah berpikir tentang keilahian diri berarti berpikir bagaimana membangkitkan kesadaran yang sudah dialaminya pada orang lain. Berupaya mengingatkan atau menyebarluaskan kesadaran keilahian bagi setiap orang. Yang pada umumnya dilupakan oleh banyak orang. Hijab atau ketertutupan diri terhadap diri sejati.
Banyak juga yang berpendapat bahwa tidak perlu mencari seorang guru. Karena mereka menganggap bahwa mereka bisa bertemu dengan guru dalam dirinya. Sah-sah saja. Ini juga pilihan. Tidak ada yang salah… Namun….
Ketika saya berada dalam tempat yang gelap kemudian saya beranggapan bahwa saya bisa jalan tanpa tuntunan, jika terjeblos ke dalam suatu lobang, ya salah sendiri. Anggapan bahwa kita bisa itulah yang membuat kita menderita. Inilah ego arogansi. Sama halnya dengan mereka yang merasa bisa mengikuti seorang nabi atau utusan. Saat para utusan tiada, bisa saja kita menganggap sebagai pengikut setia. Toh mereka juga tidak tahu…
Sama hal nya dengan seseorang yang katanya mengasihi orang tuanya yang sudah meninggal. Namun di kala orang tua masih ada, mereka melawan dan berani membantah. Lucu sekali…. Inilah anggapan kita sendiri. Dengan kata lain, kita hidup di alam angan-angan kita. Ciptaan kita. Anggapan bahwa kita patuh. Kita lupa bahwa kesenangan atau kebahagiaan orang tua hanya bisa terjadi di saat masih berbadan. Dengan kata lain kita menipu diri sendiri.
Getaran pikiran seseorang yang telah bebas dari keterikatan duniawi memberikan pengaruh sangat besar terhadap getaran pikiran kita. Ibarat besi yang terus menerus didekatkan dengan magnet. Suatu ketika si besi biasa akan menjadi magnet.
Para resi zaman dahulu berbagi pengalaman yang sudah mereka alami. Mereka melakukan perumusan berdasarkan hal-hal yang sudah dilakoni. Bukan berdasarkan teori. Sekali lagi, ini pilihan kita masing-masing. Percaya dan yakin terhadap rumusan peninggalan para resi, atau hanya mengikuti kemauan kita sendiri. Anggapan bahwa ‘Kita merasa bisa..’ berbeda dengan ‘Kita bisa merasa..’