Pelajaran dari buku Bhagavad Gita yang dituliskan oleh Svami Anand Krishna. Dalam satu uraiannya mengambil kisah perumpamaan kunjungan di dunia seperti seorang ayah mengantarkan anaknya bermin ke dunia fantasi Jaya Ancol.
Ketika seorang ayah pergi ke dunia fantasi, ia hanya mengantarkan anaknya bermain. Anaknya terlibat penuh dalam permainan sehingga ia begitu terlibat perasaannya. Dan saat pulang, ia menangis karena tidak mau pulang. Masih ingin bermain. Si orang tua atau ayahnya sadar dengan sepenuhnya bahwa dirinya hanya mengantar dan saat si anak bergembira, ia juga bisa tersenyum. Saat usai kunjungan, ia pulang dengan tanpa ikatan pada permainan. Ia sadar bahwa kunjungan ke arena bermain sudah selesai dan memang sudah seharusnya pulang.
Buku Meditasi dan Yoga Terbaik
Kita bisa mentertawakan bahwa itu kan hanya permainan. Tetapi, sadarkah kita bahwa dalam kehidupan kita, sering sekali kita bertindak seperti anak tersebut. Begitu terikat kita pada permainan dunia, dan saat pulang, kita mengaduh-aduh. Kita begitu terikat pada dunia. Tanpa sadar, kita sesungguhnya masih berjiwa atau berpikir kekanak-kanak-an. Kita masih terjebak pada dunia permainan yang sejatinya masih berinteraksi secara fisik. Indrawi berkaitan dengan fisik. Dengan kata lain, kita masih saja belum menyadari bahwa sudah saatnya terjadi transformasi dari ranah intelektual menuju ranah intelejensia.
Kesenangan pada dunia fisik menggambarkan bahwa kita masih senang melihat perbedaan. Memang keberagaman atau banyaknya perbedaan menjadikan dunia menjadi indah. Tetapi, jika kita terpaku pada perbedaan, kita akan terjebak pada suka tidak suka. Ini karena bentuk yang kita suka atau tidak suka masih pada bentuk luar. Bukankah keindahan terjadi ketika hati kita senang. Jadi ada keselarasan antara pandangan terhadap dunia luar dan hati.
Bila hati dalam keadaan kosong, maka bisa terjadi bahwa ketika berhubungan dengan dunia luar, ia tidak terpengaruh pada harapan. Apakah hal ini berpengaruh pada karyanya?
Bila hal ini terjadi pada orang awam, bisa terjadi. Karena orang yang awam ketika tidak ada harapan, ia hampa. Berbeda dengan para master. Para master sadar bahwa tidak adanya harapan dalam hatinya disebabkan oleh adanya kesadaran bahwa bahwa dunia ini hanyalah tempat bermain. Ia bagaikan orang tua yang sedang menghantarkan anaknya bermain di dunia fantasi. Ia tidak terlibat secara perasaan. Fisik boleh terlibat, tetapi mind, gugusan pikiran serta perasaan tidak. Sehingga tampaknya ia secara fisik berada di dunia, namun pikiran serta perasaannya senantiasa menyatu dengan Dia yang abadi.
Mau jadi orang tua atau anak adalah pilihan kita saat berada di dunia. Jika kita melewatkan kehidupan ini dengan hanya sebagai anak-anak, kita telah merugi………