Para insan duniawi bicara tentang iman buta dan mencemoohkannya. Kasihanilah mereka karena mereka tidak tahu apa sesungguhnya iman itu. Iman selalu buta pada segala keduniawian, jika tidak ia bukanlah iman. Iman adalah bunga jiwa, melampaui segala sensasi fisik, konflik mental, dan gejolak emosional.
Seorang beriman tidak memiliki masalah dengan dunia. Ia tinggal dan bekerja di dunia yang sama dengan mereka yang tidak beriman. Perbedaannya adalah ini: Seorang beriman tidak menjadi duniawi, ia selalu berorientasi pada jiwa; sedangkan, mereka yang tidak beriman mengidentifikasikan diri mereka dengan dunia, dan kehilangan identitas jiwa mereka.
Buku Meditasi dan Yoga Terbaik
( Tis is Truth That too is Truth by Svami Anand Krishna, www.booksindonesia.com)
Kita sering melihat seseorang mengatakan bahwa dirinya beriman Tetapi tindakannya tidak menggambarkan bahwa ia percaya pada yang bukan berkaitan dengan dunia. Tindakannya menunjukkan bahwa perbuatannya berkaitan erat dengan masalah keduniawian. Ia bisa mengatkan bahwa ia beriman dan rela mengorbankan hidupnya demi iman atau kepercayaannya. Pembelaan yang dibuatnya masih berorientasi pada duniawi.
Ketika ia membela suatu keyakinan tertentu, ia masih berorientasi pada duniawi. Seseorang yang membela, apa pun itu, ia masih menganggap bahwa yang dibelanya lemah dan tidak berdaya. Ketika kita membela seseorang berarti kita masih menganggap bahwa yang kita bela berada dalam posisi lebih lemah. Kita berasumsi bahwa kita lebih perkasa atau kuat dari yang kita bela. Tentu yang dibela berwujud. Bagaimana bisa membela sesuatu yang tanpa wujud?
Orientasi pemikiran keduniawian seperti ini belum bisa dikatakan seseorang yang beriman. Karena ia masih belum buta terhadap urusan duniawi. Seorang yang buta terhadap masalah dunia, baru bisa dikatakan memiliki iman. Iman adalah bunga jiwa sebagaimana disebutkan di atas. Ia tidak lagi berpikir untuk membela yang di-imani nya. Ia sadar bahwa ketika ia beriman tentu percaya bahwa yang di-imaninya memiliki sesuatu yang lebih dari dirinya. Ia tidak bisa beriman pada sesuatu yang kurang dari dirinya.
Bisa saja dari segi kemuliaan. Bisa dari pandangan rasa kemuliaan jiwa. Ia beriman atau percaya pada sesuatu yang tidak lagi menganggap dunia sebagai sumber kebahagiaan. Sebaliknya ia sadar bahwa sumber kebahagiaan adalah penemuan adanya Sang Maha Jiwa yang ada di luar dan juga sekaligus ada dalam dirinya.
Ia beriman pada yang bukan duniawi. Inilah sebabnya orang yang beriman buta terhadap masalah atau urusan duniawi. Mereka tidak lagi bisa membela sesuatu yang mereka imani. Mereka buta terhadap segala urusan duniawi. So, mereka yang beriman adalah buta terhadap urusan duniawi.