Inilah yang terjadi saat ini. Banyak manusia bingung, sehingga cenderung memilih jumlah daripada kualitas. Kuantitas lebih dianggap atau dibela daripada kualitas. Mayoritas dianggap mewakili kebenaran. Perhatikan saja mereka yang memiliki kepercayaan tertentu. pada umumnya mereka beranggapan bahwa jika banyak pemeluk, maka pasti baik. Mungkinkah ini memang zamannya?
Sama dengan jika suatu ketika kita melihat suatu tempat makan atau warung, jika kita lihat banyak pengunjung, maka pasti enak masakannya. Kemudian, kita pun ikut ngantri untuk nimbrung makan. Seperti itulah kita. Kalau dalam hal kenyamanan lidah atau badan okay saja. Tetapi, pantaskah jika keyakinan kita pada suatu kepercayaan tertentu kita korbankan karena kebodohan kita?
Buku Meditasi dan Yoga Terbaik
Kita masih saja tidak ingat bahwa….
Banyak orang lupa bahwa jika seseorang memasak, jumlah garam cukup sedikit saja. Dan hasilnya? Rasa makanan atau masakan menjadi mak nyussss…. Terbayang tidak jika suatu masakan diberikan garam yang banyak? Pastinya langsung dibuang. Inilah sebabnya, nabi Isa mengatakan: ‘Jadilah garam dunia…’ Maknanya adalah bahwa jumlah sedikit tetapi bisa memberikan makna atau menjadi penyedap masakan sehingga banyak orang mencintai sang garam.
Demikian juga dalam menempuh kehidupan dalam menentukan keyakinan. Banyak orang silau akan jumlah mayoritas pemeluknya. Seakan jumlah yang banyak menjadi daya tarik untuk mengikuti. Bagaimana kita memilihnya? Janganlah menjadi bebek. Yakiniah bahwa dalam diri kita atau setiap manusia memiliki Nur atau cahaya Ilahi. Mungkin banyak yang membantah: ‘Apakah mungkin hanya cukup meyakini? Tidak perlu bukti?’
Untuk melakoni yang sesuatu yang pertama dan utama ada yang disebut ‘keyakinan’ Jangan bertanya pada orang tersebut. Sekali kita mempertanyakan, hilang yang namanya energi ‘keyakinan.’ Ya, keyakinan adalah energi. Tanpa adanya ‘keyakinan’, hilang juga energi untuk melangkah lebih jauh.
Back to kuantitas…..
Sepertinya kita juga mesti ingat akan manfaat dari ragi. Apakah dibutuhkan jumlah banyak ragi untuk mengubah kedelai menjadi tempe atau peuyem?
Hanya sedikit…
Demikian juga dengan mereka yang tidak lagi mengandalkan materi bendawi untuk menggapai kebahagiaan sejati. Para pejalan spiritual di dunia saat ini hanya berjumlah kurang dari 1%. Yang 99% pada umumnya masih menggantungkan kebahagiaan pada materi. Alhasil, bukannya kebahagiaan yang didapatkan tetapi penderitaan.
Akibat materi yang selalu berubah, maka suka pun bsa berubah menjadi duka. Bukankah dua kata ini selalu berpasangan. ada suka dipastikan ada duka. Ada surga pasti ada neraka. Lantas, apakah tujuan kelahiran manusia?
Banyak orang juga memiliki pendapat bahwa tujuan lahir adalah mengejar surga. Berbuat baik dan amal banyak dengan tujuan setelah kematian mendapatkan surga.
Kita lupa bahwa jika hidup saat ini berperilaku seperti dalam surga, maka surga di bumi pun diperoleh. Surga di bumi didapatkan, dengan sendirinya surga seteleh kematian pun diperoleh. Apa yang dilakukan di bumi ini, itu pula yang akan diperoleh setelah kematian tubuh.
Lucunya adalah bahwa banyak manusia tidak sadar bahwa tubuh ini tidak abadi. Tubuh kita sudah mati beberapa kali. Hasil penelitian kedokteran atau medis menyebutkan bahwa sel tubuh kita akan berganti dengan sel baru setiap 5-6 tahun sekali. Bisa dihitung telah berapa kali tubuh kita berganti. Jika usia 60 tahua, paling tidak 10 kali tubuh kita berganti alisa mati.
Ingatan kita masih bisa membayangkan saat kita usia 10 tahun yang lalu. Dengan kata lain, bahwa sesungguhnya yang ada selama di dunia adalah ingatan atau memori. Bukan tubuh yang saat ini kita tempati. Maknanya adalah, janganlah mengejar kebahagiaan surga dengan cara mengumpulkan harta dunia. Namun, gunakan harta dunia untuk menggapai kebahagiaan sejati…