Tumbuhan merupakan jenis makhluk di bumi yang mandiri. Ia memenuhi kebutuhan sendiri. Selain itu ia menghasilkan vitamin yang kemudian dibutuhkan oleh makhluk lainnya, hewan dan manusia. Tumbuhan menggunakan seluruh energi dalam dirinya sehingga ia tidak bisa bergerak leluasa sebagaimana manusia dan hewan. Ia adalah makhluk di bumi yang memepersembahkan dirinya untuk kebutuhan makhluk lainnya.
Buku Meditasi dan Yoga Terbaik
Mereka yang makan tumbuhan memiliki kecendrungan hidup secara mandiri. Dalam menyikapi kehidupan juga menunjukkan gejala yang sama. Pada umumnya, mereka yang makan tumbuhan memiliki sikap responsif. Responsif berarti memikirkan lebih dalam sebelum melakukan pembalasan. Responsif adalah sikap yang tidak mengutamakan kepentingan diri sendiri. Mereka lebih mementingkan kepentingan orang banyak. Bagaikan tumbuhan yang hidup untuk diri sendiri, tetapi juga bermanfaat bagi makhluk hidup lainnya. Berbeda dengan sikat yang reaktif.
Reaktif adalah tindakan yang mengedepankan emosional. Emosi sangat dipengaruhi oleh pikiran. Pikiran yang masih selalu menganggap diri sendiri paling benar dan baik adalah pikiran yang mengutamakan otak belahan kiri. Bahkan masih mengedepankan pola pikir warisan reptilia. Ia lebih banyak menggunakan insting hewani. Sering kali mereka yang reaktif lebih mengedepankan ego. Mereka belum berkembang menuju evolusi batin yang lebih tinggi. Ilahiah atau intelejensia. Mengapa hal ini bsa terjadi?
Hewan yang disembelih sesungguhnyatidak merelakan dirinya untuk disembelih. Sapi, misalnya. Banyak penelitian menunujukkan bahwa mereka bisa mengeluarkan air mata saat akan disembelih. Mereka ketakutan. Ketika di bawa ke tempat pemotongan hewan, mereka meronta. Memberontak tidak rela jika dibunuh. Rasa ketakutan itu meresap ke dalam dagingnya. Daging mengandung emosi hewan yang ketakutan. Rasa takut ini terikut dalam tubuh si pemakan.
Tindakan reaktif terjadi karena munculnya rasa takut. Ada korelasi yang sangat erat antara manusia yang memakan daging hewan yang merasa kesakitan saat dibunuh oleh manusia. Harimau yang memakan ternak adalah salah satu contoh nyata. Sepertinya mereka pemberani. Namun di balik itu semua, sesungguhnya mereka penakut. Banyak cerita yang membuktikan hal tersebut. Ketika berhadapan dengan mereka, tatap matanya. Dan ternyata ketika seseorang berani menatap matanya tanpa rasa takut, si harimau kabur.
Manusia yang bertemperamen tinggi, tampaknya berani. Tapi coba berikan perlawanan, mereka juga mundur. Manusia yang bertemperamen tinggi kebanyakan pengkonsumsi daging. Mereka yang berteriak membawa golok dan tongkat sesungguhnya adalah penakut. Seringkali kita melihat, mereka mengacungkan senjata dan kebanyakan tampak berani karena banyak teman. Saat sendirian, mereka bagaikan kucing jinak. Menengadahkan kepala saja tidak berani. Inilah dasar insting emosi hewani. Ketakutan dari emosi hewan telah merasuk menyatu dalam emosi si pemakan.
Untuk menyikapi kebenaran lain pun dibutuhkan keberanian. Demikian pula untuk me – apresiasi keyakinan dari orang lain pun dibutuhkan keberanian. Tidak sembarang orang memiliki,keberanian untuk memberikan apresiasi terhadap kepercayaan atau keyakinan orang lain.
Dalam kehidupan yang telah dikondisikan sebagaimana kita alami saat ini, keberanian untuk menembus batas ilusi ciptaan masyarakat sangat dibutuhkan. Kita bisa hidup nyaman karena dalam pengkondisian masyarakat. Bagi mereka yang hidup mengalir bagaikan air, memiliki kecenderungan tidak berani memberontak terhadap hipnosis massal ciptaan sekitar.
Para nabi dan para suci sedikit jumlahnya. Mereka adalah pemeberontak bagi masyarakat sekitarnya. Sejarah membuktikan bahwa kehadiran mereka tidak diterima oleh lingkungan. Pada umumnya, mereka dikejar dan dikucilkan. Bahkan dibunuh dengan racun, Socrates. Jesus disalibkan.
Pilihan di tangan setiap insan, mau mati merugi atau mati mengikuti jejak para pemberani/pemberontak….