Bagaimana mungkin? Bukankah kata orang kepercayaan itulah segalanya? Tanpa kepercayaan kita akan punah. Tepat sekali. Tetapi kepercayaan yang bagaimana bisa menyengsarakan kita?

Kepercayaan ketika kita belum tahu yang disebut ‘Aku’. Karena kita kebanyakan atau bahkan secara umum belum kenal ‘aku’. Perhatikan kalimat di bawah ini:

Buku Meditasi dan Yoga Terbaik

  • Dapatkan Buku Meditasi Terbaik Untuk Pemula [Beli Buku]
  • Dapatkan Buku Yoga Terbaik Untuk Pemula [Beli Buku]
  • Dapatkan Buku Yoga Sutra Patanjali [Beli Buku]

Aku bukanlah semua itu. Aku tidak bergantung pada semua itu. Aku adalah diriku sendiri. Eksistensiku, Keberadaanku tidak bergantung pada perkataan dan kesimpulan orang tentang diriku. Aku tahu siapa diriku.”

(Javanese Wisdom by Svami Anand Krishna, www.booksindonesia.com)

Dan hebatnya, ‘aku’ tidak pernah mati. Adalah keke;iruan besar ketika anda kemudian berpikir bahwa saat ‘aku’ marhento kemudian anda berasumsi bahwa si marhento tidak bisa mati ataupun luka. Sama sekali salah!!! Si marhento sebagai tubuh bisa mati dam luka atau pun sakit. Tetapi saat tubuh si marhento mati atau lenyap, apakah anda tidak akan berkata: ” Aku Fulan?” ‘Aku Fendy…” dan sebagainya. Bukankah ‘aku’tidak pernah mati?

Kesadaran akan ‘aku’ yang tunggal dan abadi ini yang harus kita jaga terus menerus. Harus senantiasa kita ingat-ingatkan diri. Inilah yang difahami dalam falsafah Jawa sebagai ‘eling’. Senantiasa terus mengingat-ingatkan diri bahwa ‘aku’ bukanlah tubuh, bukan pikiran, dan bukan perasaan.

Ketika aku mempecayai bahwa ‘aku’ sebagai tubuh kasar dan mempercayai apresiasi atau pujian/sanjungan dari orang lain, kita akan menderita. Kita akan sengsara. Dengan kata lain kita masih berada pada kesadaran tubuh. Salahkah??? Sama sekali tidak salah. Jawaban anda adalah kebebaan anda sendiri. Tetapi jika suatu ketika anda merasakan kesengsaraan atau penderitaan, ya jangan menyalahkan Tuhan atau siapa pun. Itu adalah murni semata karena kita tidak mau tahu akan pengetahuan sejati.

Bukan kah tujuan utama kelahiran atau keberadaan? Adakah tujuan lainnya? Sama sekali tidak ada. Lagi, jika ada pembaca yang berpendapat lainny, itu juga kebebasan anda. Dengan kata lain, tulisan ini tidak perlu anda baca selanjutnya.

Apakah kita tidak pantas atau tidak layak memberikan apresiasi terhadap orang lain? Bukan begitu. Kita seharusnya memberikan sikap apresiatif terhadap setiap kebaikan yang diberikan oleh sesama atau orang lain, sekecil apapun itu. Dan adalah kewajiban kita mengingat setiap kebaikan yang diberikan oleh oran lain pada kita. Tetapi yang perlu dicatat bahwa ketika akan mengalami penderitaan jika dan jika kita kemudian bertindak sesuatu berdasarkan apresiasi orang lain. Kita tidak kenal jati diri sendiri saat kita begitu terpengaruh dan kemudian bertindak hanya berdasarkan apresiasi orang lain. Detik itulah kita akan menderita……

Kepercayaan kita bahwa kita baik berdasarkan pujian atau hanya pendapat orang lain membuat kita menderita. Pengetahuan sejati adalah warisan leluhur nusantara. Banyak pengetahuan tentang diri palsu yang dihembuskan oleh budaya lain agar kita melupakan jati diri nusantara……….