Saya tahu bahwa tulisan dengan judul artikel seperti di atas tidak bakal banyak pembaca. Tetapi saya akan terus menuliskan apa yang saya rasakan. Saya harus ingat bahwa menulis bukankah untuk orang lain, namun benar-benar untuk diri sendiri. Yang dirasakan bisa semakin menancap dalam diri jika dituangkan dalam tulisan.

Buku Meditasi dan Yoga Terbaik

  • Dapatkan Buku Meditasi Terbaik Untuk Pemula [Beli Buku]
  • Dapatkan Buku Yoga Terbaik Untuk Pemula [Beli Buku]
  • Dapatkan Buku Yoga Sutra Patanjali [Beli Buku]

Saya ingat dahulu waktu masih kuliah. Ketika cara belajar hanya melihat dan memahami seakan mengerti, esoknya saat ujian tiba, dapat dipastikan hasilnya kurang maksimal. Saat ujian lupa yang dihafalkan. Oleh karena itu, pola belajar di ubah. Soal yang sudah dikerjakan dituliskan ulang caranya kerjakan jawaban soal tanpa melihat jawabannya. Esoknya, saat ujian semua berjalan dengan lancar. Ada korelasi erat antara tangan dan otak.

Itulah alasannya bahwa yang sudah diperoleh atau dirasakan perlu dituangkan dalam tulisan. Tulisan akan sangat membantu menancapkan pemahaman.

Mereka yang melakukan perjalanan spiritual tentu banyak mengalami hal-hal yang membuat hati bahagia. Berikut cerita menarik dari Sang Buddha Gautama.

Siang itu, Sang Buddha duduk di bawah pohon untk memaparkan sutra atau ayat tertentu. Banyak murid yang mendengarkan dengan khusyuk. Murid Sang Buddha, Maha Kasyaf adalah murid paling cerdas. Ia paling suka duduk dibagian paling belakang. Ia selalu duduk mendengarkan wejangan Sang Buddha dengan mata terpejam. Ia jarang bertanya, lebih banyak diam.

Di akhir sesi wejangan, banyak murid Sang Buddha bertanya, Maha Kasyaf hanya diam. Ketika usai memaparkan sutra, Sang Buddha berdiri dan menghampiri Maha Kasyaf seraya melemparkan bunga pada Maha Kasyaf. Saat itu juga, Maha Kasyaf tercerahkan dan tertawa terbahak-bahak. Ia tercerahkan saat itu juga.

Banyak orang kebingungan saat itu, apa yang terjadi sesungguhnya?

Hanya Maha Kasyaf yang tahu. Dan ia begitu menikmati keadaan itu. Ia tidak bercerita pada siapapun. Ia tetap membisu ketika orang lain bertanya. Yang tahu, hanya Sang Buddha dan Maha Kasyaf. Pencerahan terjadi ketika tada lagi pembatas antara seorang master dan murid. Bahasa bunga hanya dimengerti oleh mereka berdua. Frekuensi pikiran sang master sudah dapat dimengerti oleh muridnya. Tiada lagi perpisahan antara mereka.

Lantas, apa makna bunga yang dilemparkan Sang Buddha Gautama pada Maha Kasyaf sang murid?

Mari kita perhatikan bunga. Bunga tidak perlu berteriak untuk pamer keindahannya. Ia fokus pada dirinya sendiri. Ia memperbaiki dirinya sendiri. Namun saat sudah terbuka kelopaknya, ia menarik perhatian semua orang. Harum bau dan dan keindahanya mampu mengundang dan kumbang manusia untuk datang menghampiri. Kode ini disampaikan oleh Sang Buddha, sementara Maha Kasyaf langsung bisa memahami maksud wejangan Sang Buddha melalui bunga.

Maha Kasyaf memahami bahwa tidak perlu banyak berbicara, fokuskan pada diri sendiri untuk melakukan perbaikan diri. Saat pemahamannya sudah matang atau blooming atau mekar, banyak orang yang akan memandang dirinya. Dengan cara ini, seorang pencari pencerahan bekerja. Fokus melakukan latihan untuk senantiasa memperbaiki diri. Ketika bunga kesadaran sudah mekar, banyak orang akan melirik dan mengaguminya.

Berkembanglah bagaikan bunga, fokus mengembangkan diri semata hanya untuk kebaikan diri sendiri. Sangat dibutuhkan energi besar untuk meningkatkan kesadaran. Seorang guru sejati hanya bertindak sebagai pengantar, tidak memberkan pencerahan. Upaya harus datang dari diri sendiri. Kehadiran seorang Master sebagai pemicu kesadaran dalam diri.

Diamlah bagaikan bunga, keindahan dan keharuman bunga menarik perhatian manusia dan kumbang….