Banyak dari kita kurang menyadari betapa liciknya kerja pikiran. Banyak pemikiran kita yang tujuannya untuk mengejar kenikmatan badaniah namun dibungkus dengan seakan ‘membantu’. Pikiran seperti ini belum memahami perbedaan antara kasih dan kasihan. Ujung-ujungnya dapat dipastikan untuk membudakkan diri terhadap nafsu hewaniah.
Mengapa pikiran memiliki kelakuan demikian???
Buku Meditasi dan Yoga Terbaik
Karena pikiran inilah yang selalu kita pertuankan. Ia akan selalu memberontak tatkala Sang Jiwa ingin menguasainya. Ia sadar bahwa ketika Sang Jiwa berkuasa atas tubuh, ia akan mati secara perlahan. Lucu bukan???
Suatu contoh nyata sering kita hadapi sehari-hari. Ada suatu cerita yang menarik di bawah ini:
Seseorang yang suka berkaraoke karena tugas dari kantornya mengharuskan demikian. Ia menduduki posisi sebagai marketing manajer. Dengan demikian, ia mau tidak mau mesti melakukan entertain terhadap pelanggan ataupun calon pelanggan sehingga mereka tetap betah berhubungan dengan perusahaannya. Kedudukan ini bisa dianggap kedudukan kunci. Sekali pelanggan kecewa, bahaya. Mereka bisa tidak datang. Akibatnya bisa diduga.
Nah, kebanyakan orang senang berdugem ria, salah satunya ke karaoke. Orang ini melakukan hal yang sama dalam menarik hati pelanggan. Menemani klien nya ke dunia karaoke. Kita tahu bersama bahwa dunia karaoke bukan sekedar nyanyi bersama. Ujungnya tahu sendiri arah yang diinginkan. Memang tidak semuanya demikian ada yang benar-benar ingin menyanyi sebagai hiburan.
Karena seringnya pergi ke karaoke, dengan sendirinya ia menjadi pelanggan. Dan akibatnya, ia berkenalan dengan seseorang wanita yang mengaku janda dengan anak satu. Kenalan pertama biasa. Namun, lama kelamaan ada kecocokan. Inilah yang disebut tumbuhnya cinta karena biasa ketemu. Dan dengan alasan kasihan, maka ia pun sering memberikan bantuan terhadap anak si wanita tersebut.
Hal yang sama sering dialami oleh banyak orang. Pertanyaannya adalah: Jika memang kasihan pada anak wanita tersebut, cukup saja memberikan tanpa embel-embel sering bertemu. Di sini pikiran mulai mencari pembenaran: “Saya hanya ingin membantu anaknya koq!!!.”
Apakah orang tersebut juga akan mau membantu anak janda lain yang lebih membutuhkan? Banyak janda yang tua dan jompo di luar dunia karaoke. Apakah kita akan memperlakukan hal yang sama sebagaimana kita memperlakukan wanita yang di kareoke? Sulit sekali tentunya. Di di sinilah liciknya pikiran. Seakan berniat membantu, tetapi jika bukan wanita yang menarik hatinya, apakah tetap memberikan bantuan?
Hal yang sama terjadi pada sebagian besar orang yang ingin beristri lebih dari satu. Alasannya sama: ‘Saya ingin membantu wanita terebut, maka saya mengawininya.’ Benarkah Baginda Rasulullah SAW mengawini janda yang muda dan cantik? Sama sekali berbeda. Beliau menikahi janda tua sebagai upaya untuk membantu. Benar-benar membantu. Kita???
Ini contoh lain tentang cara kerja pikiran.
Dalam diri kita ada yang disebut jiwa. Sang Jiwa hanya ingin melihat benda sebagai benda. Misalnya, mata kita melihat seorang anak bermain. Ketika kita belum mengetahui bahwa hubungan antara kita dan anak tersebut, kita hanya sekedar melihat anak bermain. Titik. Tetapi suatu ketika, kita tahu bahwa anak tersebut adalah anak kita.
Pikiran kita mulai berkembang. Ke-aku-an kita mulai muncul. Aku harus memberikan proteksi terhadap anak tersebut karena ia anakku. Siapa yang akan memelihari aku saat tua. Aku harus memberikan asuransi pendidikan terhadap anak tersebut karena ia darah dagingku. Dan lain sebagainya.
Beda jiwa dan pikiran.
Saat kematian tiba, pikiran yang begitu terikat pada duniawi menjadikan kendala bagi perjalanan Jiwa untuk melanjutkan evolusi. Akibatnya bisa di tebak, Sang Jiwa tetap melekat pada pikiran. Oleh karenanya, tujuan utama kelahiran manusia adalah membebaskan Sang Jiwa dari kemelekatan dengan pikiran. Bebaskan Sang Jiwa dari pikiran duniawi.
Jika hal ini dilakukan, maka sang pikiran harus mati, dapat dipastikan ia amat tidak rela dibunuh. Saat pikiran ada, Sang Jiwa terperangkap. Saat perangkap pikiran tiada, saat itu Sang Jiwa menjadi tuan. Dan ia bebas melanjutkan evolusi.
Pendek kata, tujuan keberadaan kita di bumi adalah untuk membunuh pikiran. Inilah setan yang selama ini menghambat perjalan evolusi Sang Jiwa untuk menyatu kembali dengan Sang Jiwa Agung……
Hanya saat berada di alam dua litas, kita bisa membunuh pikiran demi kebebasan Sang Jiwa. Inilah yang disebut moksha……
Ketika ini terjadi, kita sudah berada di alam surga….
So, surga bukanlah setelah kematian. Sorga adalah kebebasan dari pikiran. Tentu pikiran bergandengan dengan panca indera….