Rasa Percaya Diri Timbul dari “Hati Yang Percaya” :
‘Rasa Percaya diri timbul dari ‘hati yang percaya.’ Dan, hati yang percaya adalah hati yang kuat. Hati yang tidak tergantung pada sesuatu di luar. Hati yang tidak berdoa untuk meminta, tetapi untuk mensyukuri. Hati yang tidak merengek-rengek, hati yang tidak cengeng. Hati ceria; hati yang bersuka-cita; hati yang senantiasa menari dan bernyanyi. Hati yang tengah merayakan hidup !’ (108 Mutiara Kehidupan by Anand Krishna)
Mungkin banyak orang meragukan bahwa hati yang percaya itu ada. Hal ini terjadi karena mayoritas manusia yang hadir di bumi masih melihat bahwa segala sesuatu dipengaruhi oleh tampilan luar. Dengan kata lain sesungguhnya kita lupa akan jati diri kita.
Buku Meditasi dan Yoga Terbaik
Kita begitu sibuk dengan hal yang sesungguhnya membuat kita menderita. Kita masih menggantungkan kebahagiaan pada benda yang tidak abadi. Namun, sebaliknya kita berharapkan bahwa kebahagiaan yang kita peroleh abadi.
Mengapa???
Saat kita mencintai seseorang, kita berharap bahwa cinta kita abadi. Benarkah hal ini bisa terjadi? Sama sekali tidak. Apa yang membuat kita mencintai seseorang? Hati orang tersebut? Kebaikan hatinya? Ketaatan ibadah melakukan ritual agama?
Mari kita berjujur diri. Jika kita mau jujur dengan tanpa rasa munafik, sangat sedikit yang benar demikian. Tidak disangkal ada satu diantara 1000 yang demikian. Namun, mayoritas hanya mencintai bentuk atau tampilan luar fisik. Entah karena wajah atau dandanannya. Ketaatan melakukan ritual agama pun dikategorikan sebagai tampilan fisik. Bukankah kerajinan melakukan ritual luar hanya tampilan? Semua hal yang sifatnya tidak abadi. Bagaimana mungkin bisa menciptakan ‘hati yang percaya’?
Hati yang senantiasa bersyukur adalah hati yang senantiasa menyanyi dan merayakan kehidupan. Kita sadar bahwa kelahiran atau kehadiran di bumi adalah suatu hal yang pantas dirayakan dan disyukuri sebagai suatu berkah. Banyak jiwa yang belum memiliki kesempatan untuk hadir di bumi sebagai cara untuk meningkatkan evolusi jiwa.
Hati yang percaya bukanlah hati yang merengek untuk meminta hal yang rendahan. Apakah yang rendahan? Hal yang rendahan adalah hal yang palsu atau imitasi. Segala benda di muka bumi ini memiliki satu hal yang sama: ‘Perubahan’. Tidak satupun benda tidak berubah. Semuanya bersifat sementara. Tidak ada yang abadi. benda yang tidak abadi kah yang akan kita minta?
Kita selalu saja melihat ke luar diri. Kita lupa bahwa saat roda berputar, bagian luar merasakan gerakan yang jauh. Lihatlah roda di bawah ini:
Bayangkan kita berada di ujung jari roda. Dan kemudian gerakkan roda. Sedikit gerakan memutar pada as roda, ujung jari roda bergerak sangat jauh.
Sekarang, bayangkan kita berada di as roda. Selama roda berputar, seakan as roda tidak bergerak. Sedikit saja kita gerakkan memutar as roda, bagian luar bergerak jauh. Dan sangat kita rasakan gerakannya.
Dengan kata lain, semakin jauh kita berada di pusat diri, semakin berasa efeknya. Semakin menderita kita bila semakin jauh dari pusat. Pertanyaan: ‘Dimanakah pusat diri kita?’
Silakahn memejamkan mata, dan anda dengan mudah mendapatkan pusat diri kita. Pusat bukan di luar mata, pusat ada saat mata kita terpejam. Mengapa? Pikiran lah yang membuat kita jauh dari pusat diri. Pikiran teman sekaligus musuh yang menjauhkan diri dari pusat kebahagiaan. Namun tanpa pikiran, kita juga tidak akan tahu bahwa pusat kebahagiaan erjadi saat kita bisa memejamkan mata dan merasakan kehadiran Nya….