Pertanyaan aneh jika kita memahami bahwa hidup hanya sekedar cari makan, sembahyang, pergi ke mall, nonton film dan hura-hura. Benarkah hidup seperti itu? Mari kita simak pepatah leluhur kita.

  1. Pepatah Jawa: URIP IKU URUP. Hidup itu adalah urup. Dalam bahasa Jawa urip berarti hidup Urup berarti menghidupkan atau menghidupi. Jdi seseorang bisa dikatakan sudah hidup jika ia bisa menghidupkan orang lain. Bukan berarti menghidupkan dari kematian. Tetapi membuat orang lain hidup. Membuat orang lain hidup berarti menjadikan orang lain berbahagia. Hidup menjadi benar-nenar hidup jika kita bisa berbagi kebahagiaan serta keceriaan. Keceriaan dan kebahagiaan itulah hidup. Kita belum bisa dikatakan hidup jika tidak bisa berbagi keceriaan dan kebahagiaan.
  2. Perlakukanlah orang lain sebagaimana kau memperlakukan diri sendiri. Semuanya adalah percikan Sang Jiwa Agung yang satu dan sama. (The Holy Vedas kompilasi by Anand Krishna, www.vedicdharmicstudies.org). Kita ingin hidup ceria, aman dan damai. Itu juga yang kita perbuat terhadap orang lain sehingga kita bisa hidup bersama secara damai, tenang, ceria dan aman.
  3. Dalam salah satu kitab peninggalan para master juga demikian. Kasihi sesamamu sebagaimana dirimu ingin dikasihi.

Buku Meditasi dan Yoga Terbaik

  • Dapatkan Buku Meditasi Terbaik Untuk Pemula [Beli Buku]
  • Dapatkan Buku Yoga Terbaik Untuk Pemula [Beli Buku]
  • Dapatkan Buku Yoga Sutra Patanjali [Beli Buku]

Saat kita melihat tanaman, mereka diatakan hidup jika bertumbuh kembang. Mereka tidak saling menyakiti. Itulah hidup. Namun, jika dalam berteman atau bertetangga kita sibuk irihati dan menyakiti orang lain, sesungguhnya kita belum hidup. Pikiran serta otak kita menjadi mati atau mengekrut saat kita sibuk berbuat jahat terhadap sesama. Sering irihati terhadap keberhasilan orang lain bukanlah membuat orang lain ‘urup’. Urup brarti bertumbuhkembang seprti pohon yang tumbuh ke atas dan ke samping.

Burung berkicau membuat orang atau makhluk lain bahagia. Seperti itulah seharusnya kehidupan kita. Berpikir, berucap serta berbuat sehingga orang lain juga menjadi hidup dan terinspirasi pada diri kita. Kurangi atau bahkan hapus dari kamus kita akan upaya untuk irihati dan menyekiti orang lain. Jangan gunakan keyakinan atau kepercayaan kita untuk diatasnamakan sebagai usaha menyakiti orang lain.

Kita harus meniru sifat burung serta pohon yang membuat orang lain ceria dan hidup. Kita mesti mencontoh pada sifat ini. Burung berkicau riang di pagi hari. Mereka berkicau penuh keriangan, tanpa sebab. Kita manusia merasa mahluk paling tinggi namun belum bisa berbagi keceriaan dan kebahagiaan. Berbagi keceriaan serta kebahagiaan sebagaimana kicau burung membueta orang juga bahagia dan ceria. Burung serta tanaman berkicau serta tumbuh bukan karena sesuatu, namun karena mereka melakukannya semata sebagai ungkapan rasa bahagia, bisakah kita melakukan hal sama tanpa embel-embel ini dan itu???

Wahai manusia pewaris sifat Ilahi! Wujudkanlah Keilahian Nya dan alami keceriaan/kebahagiaan yang sejati’

(Yajurveda 9.18 dari The Holy Vedas, kompilasi by Anand Krishna)

Ya, keceriaan/kebahagiaan yang sejati itulah sifat Ilahi. Tentu keceriaan/kebahagiaan bukan karena hidup di atas penderitaaan orang lain. Ceria dan bahagialah terlebih dahulu, baru setelah itu, kita dapat berbagi yang kita miliki. Jika kepedihan yang kita miliki, tentu jika bertemu dengan orang lain yang kita bicarakan adalah kepedihan atau kesedihan kita, maka itu pula yang kita bagikan. Kita tidak dapat berbagi sesuatu yang tidak kita miliki.