Bertuhan menyatakan diri memiliki Tuhan. Benarkah demikian? Bisakah kita memiliki Tuhan.
Buku Meditasi dan Yoga Terbaik
Beragama? Bisakah kita memiliki agama! Agama koq dimiliki…. Agama tidak akan memberikan manfaat pada diri kita jika kita merasa memiliki. Agama hanya bisa memberikan manfaat pada diri kita jika dilakoni. Melakoni hidup keberagamaan, mungkin itu lebih tepat. Tidak ada gunanya jika merasa memiliki agama, kemudian melakukan sesuatu ang bertentangan dengan esensi agama.
Seringkali kita terjebak merasa memiliki benda yang bagus, kemudian kita pamer. Sepertinya gejala itulah yang selama ini terjadi di sekitar kita. Namun selalu saja banyak yang beralasan bahwa agama bukan benda. Lantas mengapa mesti dipamerkan? Benarkah demikian? Mari kita renungkan?
Ketika kita memiliki barang baru, kita merasa ada kesenangan untuk pamer agar mendapatkan pujian. Hanya benda yang dapat dipamerkan untuk mendapatkan pujian. Karena orang tersebut melihat benda, maka orang tersebut memuji bahwa benda tersebut baik. Baik menurut dirinya. Karena memang frekuensi orang tersebut selaras dengan benda.
Kelakuan baik bisa dipuji seseorang selama kelakuan baik tersebut seirama denagn cara berpikir orang tersebut. Namun ketika cara berpikir tidak seirama dengan pola pikirnya, ia bisa saja mengatakan bahwa kelakuan orang tersebut sesat. Karena ia tidak memiliki referensi dalam benaknya.
So, sesat atau tidaknya seseorang terjadi ketika kita tidak memiliki referensi. Selama kita tidak tahu, kita selalu menganggap buruk pada orang lain. Apapun yang diperbuatnya. Bagaimana sesungguhnya kriteria baik dan buruk?
Kriteria umum adalah jika hasil yang dilakukan memberikan manfaat bagi orang banyak. Inilah esensi agama. Memberikan rahmat bagi orang banyak atau semesta. Selama kebaikan hanya memberikan manfaat bagi golongan, kelompok, atau lebih parah lagi hanya bagi diri sendiri, perbuatan tersebut belum bisa masuk kategori perbuatan baik.
Bertuhan? Benarkah kita bisa memiliki Tuhan. Analoginya adalah ikan. Bisakah dikatakan sang ikan memiliki air. Kita akan tertawa. Itulah kondisi pikiran kita. Saat merasa memiki Tuhan kemudian kita men judge orang yang tidak percaya Tuhan dengan kata tidak bertuhan atau atheis.
Padahal kita sendiri pun demikian. Apalagi ada yang berpendapat: Tuhan ku beda dengan Tuhan mu. Karena agama berbeda. Seringkali kita tidak sadar bahwa perbedaan itu ada karena bisa diraba, dilihat didengarkan, dan lain – lain. Semuanya terkait dengan indra. Apakah Tuhan yang selama ini kita sembah bisa dibedakan sesuai dengan indra?
Hanya benda yang bisa dibedakan dengan indra. Jika sesuatu bisa dibedakan dengan indra, dapat dipastikan tidak abadi. Seperti itukah Tuhan yang kita anggap bisa dimiliki? Betapa meruginya jika demikian. Kita masih berada di wilayah kebendaan. Kapan bisa beranjak mendekati dia bila masih yerus merasa paling baik?
Selama merasa paling baik berarti masih berada di wilayah pengetahuan kebendaan. Merasa paling baik adalah sifat dari pikiran. Merasa paling baik adalah sifat pamer. Dan sifat pamer hanya bisa disampaikan jika barang tersebut bisa disentuh oleh indra.
Bertuhan??? Memiliki Tuhan? Kita hidup di dalam Tuhan. Bisakah kita hidup di luar Tuhan? Luar biasa jika demikian… Kita bisa berdiri sejajar dengan pemiliki semesta.
Bisakah ikan hidup di luar air? Air ada di dalam dan di luar sang ikan…..