Mulla Nasrudin akhir-akhir ini sering melihat istrinya ngomel dan memaki tetangganya yang dikatakan tidak bersih mencuci baju yang berwarna putih. Mulla Nasrudin diam dan mengamati serta mendengar dengan seksama.

Buku Meditasi dan Yoga Terbaik

  • Dapatkan Buku Meditasi Terbaik Untuk Pemula [Beli Buku]
  • Dapatkan Buku Yoga Terbaik Untuk Pemula [Beli Buku]
  • Dapatkan Buku Yoga Sutra Patanjali [Beli Buku]

Esoknya ketika bangun pagi, istrinya tersenyum dan memuji bahwa cucian tetangganya sudah bersih. Mungkin pakai pemutih. Ia berkata kepada suaminya, bahwa mungkin tetangga mendengar omelannya sehingga cucian yang berwarna putih jadi cemerlang.

Dengan tersenyum Mulla Nasrudin berkata, ” Kemarin baru saja dibersihkan kacanya. Tidak ada hubungannya antara omelanmu dan cucian warna putih mereka”. Ternyata kacanya kotor sehingga cucian warna putih tetangga tampak kotor.

Hal inilah yang terjadi dengan hati kita. Hati ini bagaikan kaca. So, jika hati kita kotor semua menjadi tampak kotor. Keindahan di luar terjadi karena keindahan dari dalam diri. Jika hati kita ceria dan indah, semua yang di luar tampak indah.Keadaan di luar diri menjadi indah atau buruk merupakan pantulan dari dalam diri kita.

Ketika Yesus dimaki dan dicaci, ia tidak bisa membalas cacian dan makian. Saat di tanya oleh para muridnya, mengapa tidak membalas cacian dan hujatan mereka Rabbi? Dengan tersenyum lembut Yesus berkata: ” Aku sudah tidak memiliki mata uang kebencian sehingga tidak lagi bisa membalas hujatan mereka dengan hujatan pula. Yang hanya bisa kuberikan adalah kasih. Semoga mereka sadar bahwa yang diperbuatnya justru merugikan dirinya sendiri. Aku tidak sedikitpun rugi dengan perbuatan mereka”

Demikian juga Rabiah, seorang sufi wanita. Suatu saat dihujat dan dicaci dari pihak-pihak yang tidak suka kepadanya. Jawabannya hampir sama. Ia tidak lagi ada tempat di hatinya bagi cacian dan makian untuk membalas. Hatinya sudah dipenuhi asma Allah sehingga tidak lagi ada ruang bagi setan penghujat dan kebencian. Semuanya menjadi suci jika hati kita suci dari kebencian. Tidak bisa lantai kotor dibersihkan dengan air kotor. Lantai kotor mesti dibersihkan dengan air bersih sehingga menjadi bersih.

Tidaklah perlu mengurusi orang lain, urusi dan amati kebersihan hatimua. Bertindaklah selaras dengan alam. Alam bersifat mengasihi. Mengasihi berart melayani. sat itulah kita merasakan kedekatan diri denngan alam. Maka semakin dekat dirimu dengan Tuhan.

Segala perbuatan kebencian, keserakahan, dan irihati serta kemarahan akan semakin menjauhkan dirimu dari tuntunan Ilahi. Tuhan maha pencemburu. Dia tidak mau dimadu oleh keserkahan dan kemarahan. Jika hati ini penuh dengan kebencian dan nafsu, dijamin Tuhan tidak ada di sana. Saat itulah putus tali silaturahim dengan semesta…

Saat itulah kita hidup merugi. Ini yang tidak disadari oleh para pemeluk agama dari wahyu Allah. Merugi adalah saat kita tidak dapat menggunakan saat kehidupan ini untuk mendekatkan diri kepada Allah. Bukan Allah yang menjauh, namun kita yang menutupi hati kita dari kehadiran Allah. Lupa akan tujuan kelahiran yang seharusnya menghilangkan karat nafsu.

Keinginan akan dunia justru kita memperbesar atau mempertebal karat-karat keserakahan untuk mengabdi kepada dunia alias nafsu. Banyak sudah para suci dan nabi diturunkan, tapi tetap saja lupa. Bahkan seringkali kita menghujat para nabi dan para suci karena dianggap mengganggu kesenangan kita mengumbar hawa nafsu.

Banyak juga yang tampaknya rajin bersembahyang dan membaca kitab suci. Namun sebatas badan atau ritual. Mereka sembahyang hanya sebagai showup. Alias pamer terhadap sesama agar dapat pujian.Bagaimana mungkin sembahyang bisa menjauhkan diri dari perbuatan tercela jika hanya dilakukan saat tertentu dan tempat tertentu. Seharusnya lah sembahyang diaplikasikan dalam kehidupan sehari. Bukan diletakkan di puncak menara gading…..