Seluruh waktu dalam masa kehidupan manusia untuk berjuang mengatasi rasa takut. Padahal, begitu lahir manusia sudah menuju kematian. Oleh karenanya ada ketakutan pada diri manusia untuk mengatasi ketakutan akan kematian.

Buku Meditasi dan Yoga Terbaik

  • Dapatkan Buku Meditasi Terbaik Untuk Pemula [Beli Buku]
  • Dapatkan Buku Yoga Terbaik Untuk Pemula [Beli Buku]
  • Dapatkan Buku Yoga Sutra Patanjali [Beli Buku]

Takut lapar membuat manusia berjuang untuk mencari nafkah agar tidak kelaparan. Takut kepanasan dan kehujanan mendorong manusia mencari goa untuk berteduh. Itu zaman dahulu kala. Setelah mendapatkan goa untuk berlindung dari panas dan hujan, mereka ingin kenyamanan. Lama kelamaan jadilah rumah sebagaimana yang kita kenal saat ini.

Setelah tinggal di dalam rumah manusia takut kepanasan, diciptakannyalah AC. Dikondisikanlah udara agar tetap dingin dan sejuk. Semua untuk kenyamanan badan. Alat komunikasi tercipta ntuk memudahkan manusia berhubungan. Kenapa manusia berhubungan? Mereka salng membutuhkan satu dengan lainnya. Mereka butuh teman untuk mencurahkan kegelisahannya. Sebagian kecil saja manusia tidak membutuhkan tempat untuk mencurahkan kegelisahannya.

Mereka ini yang disebut dengan kelompok para suci dan nabi. Mereka tidak butuh teman untuk berbagi kegelisahannya. Karena mereka tidak lagi gelisah. Mereka menikmati kesendirian. Ini yang disebut aloness. Mereka yang sudah kenal akan jati dirinya, tidak lagi merasa kesepian.

Sebaliknya, mereka yang merasa kesepian atau loneliness adalah orang yang belum menemukan jati dirinya.

Penemuan Kasih membuat manusia menyadari Kesempurnaan serta Keabadian Diri, oleh karenanya, dia menjadi puas. (Narada Bhakti Sutra by Anand Krishna).

Ya, penemuan kasih dalam diri menjadikan seseorang puas. Mereka bebas dari rasa takut. Mereka bisa memandang hidup sebagai kejadian yang tidak sedikitpun berakibat pada jiwanya. Mereka menyadari bahwa perubahan adalah peristiwa abadi. Selalu ada dan tidak pernah berhenti. Mereka sadar bahwa sesuatu ada berasal dari ketiadaan. Ketiadaan itulah yang senantiasa ada dan abadi.

Puas terjadi karena menyadari bahwa segala sesuat yang diterimanya sebagai kejadian lmrah dalam kehidupan. Suatu ketika ia kehilangan benda, ia akan berpikir bahwa sebelum benda tersebut ada, ia juga tidak memiliki apa – apa. Sehingga saat benda tersebut tiada, ia merasakan bahwa benda tersebut hanya pindah tempat saja. Mencari teman baru.

Ilustrasi yang menarik di bawah ini.

Suatu ketika, seorang darwis (seseorang yang memiskinkan diri agar dapat dekat dengan Tuhan), bertemu dengan seorang sufi yang hidup dalam kemewahan. Semuanya serba ada. Tidur di ranjang mewah dan empuk. Makanan yang enak dan tinggal di dalam rumah mewah ber ac.

Saat mengajarkan tentang ketuhanan, sang sufi duduk di kursi empuk dan wangi. Si darwis keheranan, bagaimana mungkin ada seorang sufi menikmati kemewahan dan kenyamanan dunia? Bukankah seorang sufi semestinya hidup di hutan dan selalu berdoa kepada Tuhan?

Ketika ada sesi tanya jawab, si darwis menanyakan yang ada dalam pikirannya tersebut. Sang sufi pun menjawab, boleh saja saya mengikuti anda darwis. Ikut dalam perjalanan mengembara dalam hidup yang miskin. Sufi menanggapi tantangan darwis ntuk hidup sederhana dalam pengembaraannya. Sanga sufi pun segera meninggalkan semua harta kemewahan yang ia miliki. Ia mengikuti si darwis untuk mengembara.

Begitu keluar dari halaman, belum jauh dari rumah sang sufi, si darwis berkata pada sang sufi. ‘Tunggu teman, aku ketinggalan mangkok untuk minta – minta. Mangkok tersebut tertinggal di rumahmu yang mewah’.

Sang sufi pun tertawa, dan berkata: ‘ Lihatlah wahai darwis, aku bisa meninggalkan semua kemewahan yang kau katakan. Namun ketika kau ajak aku ntuk mengembara dalam kemiskinan, aku bisa meninggalkan semuanya tanpa berpikir panjang. Namun, ketika kau tertinggal mangkok untuk minta – minta, kau sudah begitu bingung’.

Dari sini kita belajar bahwa sang sufi sudah bebas dari rasa kepemilikan duniawi. Benar, ia hidup dalam kemewahan. Tetapi ia tidak lagi terikat pada benda yang dinikmatinya. Ia bisa tidur di tempat tidur yang mewah, namun pikirannya senantiasa terisi Tuhan. Pikirannya tidak lagi terisi rasa kepemilikan duniawi. Ia tinggal dalam rumah mewah, namun pikirannya tertuju pada Sang Kekasih, Allah. Sedikitpun tiada ruang ntuk rumah mewahnya.

Sebaliknya si darwis. Tampaknya ia hidup dalam kemiskinan. Untuk makan, ia minta – minta dengan mangkoknya. Ia minta belas kasihan orang untuk makan. Ketika mangkoknya tertinggal, ia merasa kehilangan. Ia begitu terikat pada mangkok alat pemintanya.

Semua tergantung pada pikiran, bukan pada yang dimilikinya….

Ketika rasa takut akan kehilangan menghantui seseorang, ia tidak bisa berkembang memikirkan pada Allah….

Takut kehilangan ini dan itu. Takut tidak bisa makan. Dan ketakutan lainnya membuat dirinya tidak puas. Ketidakpuasan diri mengakibatkan kematian jiwanya……