Mereka yang tercerahkan memiliki cahaya yang beda dari kebanyakan manusia awam. Mereka yang sudah cerah berarti telah menjadi manusia bebas. Bebas dari kegelisahan. Kegelisahan yang terjadi akibat keinginan untuk memperturutkan nafsu indrawi.
‘Manusia mesti menjadi bebas terlebih dahulu. Ia harus belajar mengapresiasi kebebasan. Hanya dengan demikian, dan hanya setelahnya, ia dapat menghargai, menjaga dan merawat kemerdekaan bangsanya.‘
Buku Meditasi dan Yoga Terbaik
(Anand Krishna, Radar Bali)
Kemampuan mengapresiasi orang lain terjadi atau terwujud di saat seseorang merasakan kebebasan diri. Mengapa demikian?
Karena orang tersebut telah merasakan penderitaan sebagai akibat ketidakbebasannya. Ia bisa merasakan bagaimana tekanan lingkungan/sekitar sehingga ia tidak bisa mengungkapkan perasaannya sehingga terjadi konflik batin dalam dirinya sendiri. Dari luar tampaknya tidak ada beban, namun ketika ia berada di suatu tempat dimana ia merasa lebih berkuasa, ia bisa melakukan hal yang di luar dugaan. Inilah penderitaan.
Demikian pula seseorang yang di bawah kendali nafsu indrawi. Ia bisa bertindak di luar kontrol dirinya di saat nafsu telah menguasainya. Ia hidup di bawah jajahan nafsunya sendiri. Pada umumnya, seseorang yang tidak bebas seperti ini muram dan kurang bercahaya. Nafsu bagaikan sifat air yang selalu mencari tempat yang rendah. Sifat air yang terpengaruh gravitasi.
Saat seseorang begitu gelisah karena terus memburu kenikmatan indrawi memiliki wajah yang kusam atau lusuh. Ini karena kesadarannya terus ke luar diri terus. Mereka lupa menjenguk Yang Maha Suci yang sesungguhnya bersinggasana dalam diri setiap insan. Kesadaran mereka yang gelisah karena keinginan nafsu keduniawian berada di level rendah. Banyak pikiran yang ada dalam benaknya bertujuan untuk menikmati indrawi.
Sedangkan mereka yang sudah sadar bahwa tujuan keberadaan nya di bumi sebagai suatu berkah yang dianugerahkan oleh alam semesta atau Tuhan, senantiasa berpikir untuk meningkatkan atau menjaga kesadarannya. Pikiran mereka senantiasa menuju ke ‘atas’ Yang saya sebut ‘atas’ adalah tentang keilahian atau intelejensia. Inilah sifat api yang berlawanan dengan gravitasi, menuju ke atas.
Mengapa wajah mereka bersinar atau bercahaya? Bukankah api senantiasa mengarah ke atas. Demikian pula pikiran yang senantiasa ke ‘atas’ akan memancarkan cahaya atau sinar. Selain itu, mereka yang bebas dari kegelisahan memikirkan keinginan indrawi tidak lagi cemas atau khawatir.
Kebebasan yang mereka miliki melahirkan kebahagiaan. Rasa bahagia yang tidak bergantung sesuatu menjadikan ia bahagia terus. Ilahi adalah cahaya. Mereka yang pemikiran, ucapan serta tindakan senantiasa berlandaskan keilahian akan semakin mendekatkan diri pada cahaya. Mereka semakin tertarik ke DIVINE.
Kata ‘deva’ atau dewa berkaitan dengan divine atau cahaya. Jika dalam diri seseorang segala pikiran, ucapan serta perbuatannya berlandaskan keilahian dengan sendirinya pancaran wajahnya pun bercahaya. Inilah yang disebut dengan pencerahan. Pencerahan bukanlah mereka yang di awang-awang. Mereka membumi. Mereka sadar bahwa sebagai manusia mesti sadar akan arti ‘manusia’. Arti kata ini terdiri dari 2 kata: ‘manas’ atau pikiran. Kata ke dua adalah ‘Isya’ , divine atau Ilahi. Pikiran dan Ilahi adalah makna dari kata manusia.