Begitu sibuk kita memikirkan orang lain, seakan kita bertanggung jawab terhadap kebaikan dunia ini. Seakan kebaikan yang terjadi pada orang lain menjadi tanggung jawab kita. Pernahkah terpikir oleh kita, siapa kita? Dan mengapa mesti sibuk mengurusi orang lain?
Kita sendiri lahir di dunia untuk membersihkan diri. Mana mungkin orang yang masih bisa lahir di bumi membantu orang lain? Nabi dan para suci pun hanya sekedar menyampaikan kabar gembira mengenai kemungkinan mencapai kesadaran yang bisa dicapai para suci dan nabi. Beliau para suci menyampaikan: HOW nya. Cara mencapai kesadaran seperti beliau-beliau. Mereka tidak bisa membantu. Semua yang kita alami adalah akibat hasil perbuatan sendiri. So, kita sendiri pula yang mesti membereskan hutang piutang. Karena kita berbuat yang merugikan orang lain dari hal yang bersifat badani atau materi, maka kita juga harus merasakan kesakitan itu dalam bentuk yang sama.
Buku Meditasi dan Yoga Terbaik
Jika saja kita bisa menyadari hal ini, kita bisa menerima segala sesuatu yang dialami dengan lapang dada. Bahkan jika pemahaman kita lebih dalam, kita bisa bersyukur terhadap segala pengalaman tanpa menyalahkan orang lain. Memang tidak mudah. Hal ini terjadi karena kita sudah dibentuk oleh masyarakat yang salah. Masyarakat yang masih berada di lapisan kesadaran badan atau materi. Kita belum menjadi diri sendiri. Kita masih hasil bentukan orang yang belum sadar. Kita lupa jati diri yang sesungguhnya.
Pertanyaannya, mau sampai kapan kita menyerahkan remote control pada orang lain? Sampai kapan kita jadi makhluk jadi-jadian? Untuk menyadari hal ini, Dia yang selama ini kita sebut Tuhan telah mengirimkan utusan Nya. Para nabi dan para suci adalah utusan Dia yang memiliki kesadaran murni. Sayangnya, tiada seorangpun utusan Tuhan yang mengalami hidup nyaman di bumi ini. Semua para nabi pastilah mengalami hujatan, dan bahkan banyak yang di bunuh.
Mereka menghadapi raksasa-raksasa kebodohan dan ketidaksadaran yang ada dalam diri setiap insan.
Jiwa murni sebagai kalifah Tuhan selama ini dipenjara dan menjadi tawanan setan pikiran dan nafsu. Jiwa sebagai tuan rumah badan telah ditawan dalam penjara bentukan masyarakat yang dalam ketidak sadaran. Penjara hawa nafsu.Tiada yang salah memang. Inilah proses pemurnian. Yang utama dilakukan adalah, bagaimana kita membentuk atau mengeluarkan jiwa yang terpenjara. Tentang masa lalu, tidak perlu dipikirkan dan disesali. Sin no more kata Jesus. Sadari kesalahan tersebut dan bangkit untuk membebaskan jiwa yang terpenjara.
Untuk bersikap seperti ini juga tidak mudah. Butuh keberanian dan kenekadan. Untuk melangkah dalam kesadaran butuh mental baja. Karena kita melawan massa. Massa yang tidak sadar. Masyarakat yang masih membudakkan diri pada nafsu keserakahan. Nafsu hewaniah yang hanya mementingkan diri sendiri. Nafsu Yang selama ini kita pertuhankan. Masyarakat di sekitar kita mayoritas seperti ini. Sering sekali kita mencari pembenaran: Ahh… Itukan nabi….Itukan para suci. Inilah kemalasan kita. Inipun menyenangkan Tuhan. Karena Tuhan juga tidak mau kehilangan pelanggan di bumi. Jika semua menjadi sadar dan tidak suka bermain di bumi, lantas siapa yang akan bermain?
Ahhhhh………. Tuhan…. Kaulah yang Mahamembingungkan.
Kau yang mengirimkan utusan untuk menyadarkan kami bahwa kami sekedar tamu di bumi. Namun Kau juga yang menciptakan hijab untuk melihat wajah Mu…..
Kau lah Yang Mahatidak terjelaskan…
Namun lucunya, banyak yang ‘katanya’ mengenal Mu.
Banyak yang yang ‘katanya’ perlu membela Mu…….
Kau lah ada sekaligus tiada…..
Bagiku, Kau tidak penting………..
Yang utama adalah menyadari bahwa aku mesti bertanggung jawab atas segala perbuatanku.
Pikiran, ucapan dan perbuatan mesti dilakukan secara tepat…….
Jika tidak mau dicubit janganlah mencubit.
As simple as that……