Getaran terasakan saat jauh dari pusat. Ibarat roda kereta, semakin jauh dari as roda, getaran semakin terasa. Demikian juga dengan diri kita. Semakin jauh dari inner being semakin terasa gelombang emosi akibat terpaan gejolak energi massa. Saat kesadaran kita pada badan semakin gampang efek pandang mata memengaruhi gejolak emosi. Jika mengalami hal tersebut, alihkan pandangan sesaat dan kembalikan kesadaran pada lapisan yang lebih dalam. Lapisan energi dari dalam diri akan sangat membantu mengembalikan kesadaran yang sesaat tertarik ke luar.
Buku Meditasi dan Yoga Terbaik
Jangan serahkan kesadaran kita pada sesuatu yang rendahan.
Apa yang dimaksud dengan kesadaran rendahan? Kesadaran rendahan terkait dengan intelektual. Segala sesuatu yang mengarah pada kenyamanan sesaat namun berakibat panjang. Tidak saja berdampak buruk bagi kehidupan duniawi, namun bisa berkepanjangan sampai evolusi kehidupan.
Contoh saangat mudah adalah saat kita merampas hak orang lain. Apa yang kita peroleh hanya kenikmatan raga sesaat. Kepuasan atau kelegaan sesaat. Sama sekali bukan kebahagiaan. Sekali lagi hanya kelegaan. Banyak yang terbingungkan untuk membedakan kelegaan dan kebahagiaan. Kelegaan adalah terpenuhinya harapan atas keinginan yang didambakan. Ini bukan kebahagiaan.
Kebahagiaan terjadi tanpa sebab. Bahagia sudah ada sejak awal kelahiran manusia. Perhatikan seorang bayi. Kadang ia tersenyum tanpa sebab. Inilah rasa bahagia yang muncul dari dalam diri. Seorang bayi tersenyum tulus tanpa adanya pemicu dari luar. Bukan karena terpenuhinya keinginan. Ia tersenyum karena dorongan adanya keindahan dari dalam. Sang Inner Being begitu kuat eksis dalam diri seorang bayi yang murni belum ada beban desakan lingkungan. Ia masih dekat dengan pusat diri. Inner Being. Dalam hal ini Inner Being adalah pusat diri.
Semakin besar atau semaikin dewasa semakin jauh dari Inner being. Ini berarti semakin melemah intelejensianya. Intelejensia terkait erat dengan inner being atau self. Yang berperan bukan lagi intejensia tapi intelek.
Saat bayi porsi intelejensia masih dominan. Semakin besar atau dewasa dominansi intelek semakin menguat. Karena semakin banyak keinginan. Intelek semakin menguat perannya. Sementara intelejensia semakin melemah.
Intelek erat kaitannya dengan eksistensi diri sebagai manusia. Dengan berkembangnya ego, semakin jauh dari jati diri atau Inner being. Intelejensia semakin melemah. Kondisi ini semakin memburuk jika semakin jauh dari energi alam. Dengan kata lain orang tersebut jauh dari pola hidup yang dekat dengan alam.
Alam memiliki energi yang bersifat orisinil atau asli/alami. Bukan buatan. Energi ini adalah energi kehidupan atau bersifat menghidupi. Sementara energi yang berasal dari keinginan adalah energi intelek yang berasal dari keinginan. Ini energi ciptaan manusia. Atau energi yang berasal dari keinginan manusia. Energi tercipta dari vibrasi. Dan keinginan manusia diawali dari pikiran. Begitu berpikir, ia sudah menebar vibrasi. Inilah energi ciptaan manusia.
Energi ciptaan manusia sangat berbanding terbalik dengan energi orisinil alam. Energi origin alam bersifat membangun/menghidupi. Energi akibat vibrasi keinginan intelektual bersifat destruksi.
Untuk kembali memahami pola pergerakan intelejensia mau tidak mau mesti menggunakan mind atau pikiran. Inilah intelektual. Jika pembangunan atau penemuan kembali intelejensia sudah mulai berjalan dengan bailk, barulah intelektual mulai dikurangi perannya. Dan akhirnya kembali seutuhnya dominansi peran intelejensia menjadi motor penggerak kehidupan. Pola inilah yang semestinya terjadi pada diri manusia saat ajal menjemput. Yang akan dihadapi adalah alam atau Tuhan yang bagi saya semakin tidak jelas. Jadi yang menjadi pemandu kita adalah energi orisinil alan juga. Intelejensia.
Aneh memang, dengan intelektual kita bangun atau temukan kembali intelejensia. Setelah peran intelejensia dominan, intelektual dilepaskan…..
Jarum digunakan untuk mengeluarkan duri dari jari tangan, setelah duri keluar, jarum tidak lagi diperlukan……
Ahhh !!!!….permainan kehidupan……..