Mata ke tiga
Banyak orang memahami bahwa mata ke tiga membuat orang bisa menjadi hebat. Bisa tahu ini dan itu. Tetapi semuanya dapat dikaitkan dengan kehebatan yang hanya menyenangkan ego. Kita merasa denga terbukanya mata ke tiga akan menjadi waskita, tahu masa depan. Atau bisa melanglang ke alam ghaib. Jika betul demikian, apakah ada manfaatnya untuk menunjang tujuan utama kelahiran di bumi? Adakah penguatan ego membantu kita bisa melayani sesama?
Dan lagi, ini juga pemahaman umum. Ya, dengan kita bisa menebak masa depan seseorang, kita membantu dia mengatasi masalah. Benarkah demikian? Silakan dilanjutkan jika pemahaman itu yang Anda miliki. Tetapi, saya berani jamin bahwa Anda akan semakin terjebak ke masalah untuk pamer bahwa bisa membantu orang lain. Dan pada ujung kematian, Anda akan menyesal bahwa sesungguhnya yang perlu dibantu adalah diri sendiri. Anda berperan sebagai Tuhan, ‘Play God‘.
Buku Meditasi dan Yoga Terbaik
Kita harus selalu ingat bahwa kehadiran di bumi adalah untuk menyatu dengan Dia Yang Maha Murni. Ingatkah kita akan cerita para Sufi? Saat Dia mengetuk pintu hati kita, kemudian kita menjawab bahwa yang ada adalah diri kita, maka Dia akan berlalu. Dia Maha Pencemburu, tidak mau di madu atau di duakan.
Pesan Hanuman
Dalam buku The Hanuman Factor yang dituliskan oleh Svami Anand Krishna, www.booksindonesia.com; dituliskan sebagai berikut:
Aagya Chakra is the ‘Intuitive Faculty’ in human beings. This is the faculty missing on other animals on earth. They live by instincts, which make them reactive. They can only return violence with violence, and love with love.
We human beings however, are endowed with the ability to respond, and not to react only. We can respond to violence with non-violence, and hatred with love. At the same time, and this is the bad part of it, we can also be very brutal towards who are good to us. Our intuitive faculty, together with the ability to respond, accords us the freedom to choose. We can choose to be godly as well as devilish.
Aagya Chakra adalah mata ke tiga. Seseorang yang sampai pada tingkat ini, ia memiliki kemampuan untuk memilah serta memilih untuk membedakan tindakan yang tepat atau tidak tepat. Bukan tindakan benar atau salah. Sebagai contoh; Seorang prajurit bisa melakukan pembunuhan dalam pertempuran, dan ini dibenarkan. Namun perbuatan yang sama tidak bisa dibenarkan ketika bukan di masa pertempuran. Tepat melakukan pembunuhan karena membela negara. Namun saat berseslisih dengan seseorang, ia tidak dibenarkan membunuh karena membela kepntingan pribadinya. Lebih muahnya, mata ke tiga adalah mata selain melihat benar atau salah. Mungkin ibarat mata ke satu melihat tindakan benar; mata ke dua melihat tindakan yang salah.
Reaktif VS Responsif
Hanya hewan yang tidak memiliki Fakultas Intuisi melakukan tindakan reaktif. Tindakan reaktif adalah tindakan yang hanya mengikuti instink hewani. Respond berarti memiliki kemampuan untuk memilah serta memilih dalam melakukan tindakan yang tepat. Bisa saja secara moral dibenarkan, tetapi tindaka yang didukung oleh moral belum tentu tindakan tepat. Beda antara moral dan budhi pekerti bisa dibaca secara detail disini.
Memperhatikan akan hal ini, mereka yang hanya melakukan tindakan reaktif sesungguhnya belum mencapai tataran manusia yang sudah dibekali otak baru atau Neo-Cortex. Belum memahami fungsi serta peran Mata Ketiga. Belum menggunakan Chakra Aagya sebagaimana fungsi sejatinya. Betapa meruginya hidup jika tidak bisa juga memanfaatkan Fakultas Intuitif ini. Inilah anugerah terbesar pada diri manusia.